Idealisme dibina dengan membaca dan melalui proses pembelajaran. Capaian idea bukan sekadar pidato malah kepada penulisan, video dan seumpama dengannya. Kadang tidak perlu berkata banyak, satu paparan atau perkataan bisa menyampaikan berlapis-lapis mesej.
Sedia rentak tempur redah onak lumpur
Maju tiada undur tak kenal uzur
Hingga jasad kita terkubur
Kalau kurang kaki tangan
Lutut dan siku dihulur
Ini malam kita pakai tanjak sonsang
Askar jati gerak senyap yang lain berkompang
Berani segerombolan tak takut bila seorang
Kuatkan benteng jangan biar ada yang berlobang
Jadi bangkit berkumpul di bawah panji berbulan sabit
Tak sujud pada sesiapa di bawah langit
Tak mengalah walaupun bertambah sakit
Sebelum layar bahtera mari kita
Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian
-Petikan lirik lagu Bangkit oleh Altimet, DJ Fuzz & Salam
Semampu manakah idea sebegini boleh disenyapkan? Adakah dengan ugutan nyawa dan ancaman kelaparan bisa mensilentkan sebuah idea dan pemikiran? Silap sekali sesiapa berfikir demikian. Doktrinisasi dan kaderisasi akan hancur ditelan arus pembawakan idea dan pemikiran. Kebebasan berfikir dan percambahan idea tidak hanya terletak pada melontarkan hak bersuara tapi pada hak sebesar-besar nikmat yang Allah berikan iaitu hak BERFIKIR.
p/s : Aku harap mesej aku 'jelas'.
Selasa, 8 Januari 2013
Ahad, 6 Januari 2013
Bukan perasaan, tapi IMAN
Sedaya upaya, saya menahan marah. Sungguh! Begitu kuat ia membuak. Setiap kali perasaan marah itu datang, cepat-cepat saya mengingatkan diri ; kau mesti tak mahu kalau Allah marah kamu kan? Jadi, jangan marah orang.
Kemudian, saya sendirian bungkam. Disebabkan 'tidak boleh' marah, maka perasaan tersebut bertukar menjadi pendam atau 'dendam'. Ia tertanam dan kemudian tumbuh mencengkam. Setiap kali saya berpeluang untuk membalasnya, saya akan balas.
Buruk kan? Tapi itu sajanya cara untuk keadaan menjadi lebih stabil. Itu lebih baik dari saya balas dendam cara jahat gila.
Tapi, musim muhasabah datang. Hati saya meronta mohon dibuang kesumat dendam sia-sia itu. Hati memohon agar pintu kemaafan dibuka. Dia kata,
"Sila buka luas-luas pintu kemaafan tersebut sepertimana kamu mahu Allah membuka seluas-luasnya pintu rahmat keampunanNya ke atas kamu!"
Dan sekian kali, air mata mengalir deras. Mengenangkan segala keperitan yang dialami, yang ditahan selama ini demi menjaga hati orang lain dengan hati sendiri yang tertusuk luka. Allah, begitu susah rupanya hati saya untuk memberi maaf. Kenapakah duhai diri? Kenapa begitu keras sekali menanggapi manusia? Kenapa tidak boleh menerima hakikat sakitnya bergaul dengan manusia?
Sudahlah Yang, hati kau tak mampu dibebani perkara sebegini. Lepaskanlah, kerana kebaikan pasti kau dapati dengan memberi kemaafan. Cukuplah Yang, jangan diulang tingkah laku memberontak itu. Buruk sebagai mukmin. Cukup dan cukup, kemudian berserahlah pada Allah. Biar Allah tunaikan untukmu dengan caraNya.
Karena beda antara kau dan aku sering jadi sengketa
Karena kehormatan diri sering kita tinggikan di atas kebenaran
Karena satu kesalahanmu padaku seolah menghapus sejuta kebaikan yang lalu
Wasiat Sang Nabi itu rasanya berat sekali;
"Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara."
Mungkin lebih baik kita berpisah sementara, sejenak saja
Menjadi kepompong dan menyendiri
Berdiri malam-malam, bersujud dalam-dalam
Bertafakur bersama iman yang menerangi hati
Hingga tiba waktunya menjadi kupu-kupu yang terbang menari
Melantunkan kebaikan di antara bunga, menebar keindahan pada dunia
-Petikan Dalam Dekapan Ukhuwah, A. Salim Fillah
Tiba masanya, kau harus bergerak sendiri, berpendapat sendiri, bebas dan tidak menjadi lalang. Mungkin tiba masanya, kau harus melepaskan pergi kepahitan walaupun di sebalik kepahitan tersebut, ada manisnya yang membuat kau lupa pada luka. Mungkin setakat ini saja perjalanannya. Mungkin ini yang terbaik buat kamu dan orang lain. Mungkin sudah sampai waktu kau berbuat sesuatu bukan untuk perhatian manusia tapi untuk Allah. Mungkin sudah tiba waktu kau hadkan suara dan mula diam buat kerja!
Yang tercalar sebenarnya bukan perasaan tapi Iman. Iman yang tercalar, bakal mencalarkan hati dan perasaan. Kerana rukunnya orang beriman itu bersaudara, berpesan-pesan atas kebenaran dan penuh kesabaran. Bersabarlah, moga Allah balas kesabaran kamu bergaul dengan manusia dengan sesuatu yang tidak kamu jangka. :)
.
.
.
Kemudian, saya sendirian bungkam. Disebabkan 'tidak boleh' marah, maka perasaan tersebut bertukar menjadi pendam atau 'dendam'. Ia tertanam dan kemudian tumbuh mencengkam. Setiap kali saya berpeluang untuk membalasnya, saya akan balas.
Buruk kan? Tapi itu sajanya cara untuk keadaan menjadi lebih stabil. Itu lebih baik dari saya balas dendam cara jahat gila.
Tapi, musim muhasabah datang. Hati saya meronta mohon dibuang kesumat dendam sia-sia itu. Hati memohon agar pintu kemaafan dibuka. Dia kata,
"Sila buka luas-luas pintu kemaafan tersebut sepertimana kamu mahu Allah membuka seluas-luasnya pintu rahmat keampunanNya ke atas kamu!"
Dan sekian kali, air mata mengalir deras. Mengenangkan segala keperitan yang dialami, yang ditahan selama ini demi menjaga hati orang lain dengan hati sendiri yang tertusuk luka. Allah, begitu susah rupanya hati saya untuk memberi maaf. Kenapakah duhai diri? Kenapa begitu keras sekali menanggapi manusia? Kenapa tidak boleh menerima hakikat sakitnya bergaul dengan manusia?
"Hak orang lain, sedaya upaya kita tunaikan. Hak kita? Biar Allah yang tunaikan." :)
Sudahlah Yang, hati kau tak mampu dibebani perkara sebegini. Lepaskanlah, kerana kebaikan pasti kau dapati dengan memberi kemaafan. Cukuplah Yang, jangan diulang tingkah laku memberontak itu. Buruk sebagai mukmin. Cukup dan cukup, kemudian berserahlah pada Allah. Biar Allah tunaikan untukmu dengan caraNya.
Karena beda antara kau dan aku sering jadi sengketa
Karena kehormatan diri sering kita tinggikan di atas kebenaran
Karena satu kesalahanmu padaku seolah menghapus sejuta kebaikan yang lalu
Wasiat Sang Nabi itu rasanya berat sekali;
"Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara."
Mungkin lebih baik kita berpisah sementara, sejenak saja
Menjadi kepompong dan menyendiri
Berdiri malam-malam, bersujud dalam-dalam
Bertafakur bersama iman yang menerangi hati
Hingga tiba waktunya menjadi kupu-kupu yang terbang menari
Melantunkan kebaikan di antara bunga, menebar keindahan pada dunia
-Petikan Dalam Dekapan Ukhuwah, A. Salim Fillah
Tiba masanya, kau harus bergerak sendiri, berpendapat sendiri, bebas dan tidak menjadi lalang. Mungkin tiba masanya, kau harus melepaskan pergi kepahitan walaupun di sebalik kepahitan tersebut, ada manisnya yang membuat kau lupa pada luka. Mungkin setakat ini saja perjalanannya. Mungkin ini yang terbaik buat kamu dan orang lain. Mungkin sudah sampai waktu kau berbuat sesuatu bukan untuk perhatian manusia tapi untuk Allah. Mungkin sudah tiba waktu kau hadkan suara dan mula diam buat kerja!
Yang tercalar sebenarnya bukan perasaan tapi Iman. Iman yang tercalar, bakal mencalarkan hati dan perasaan. Kerana rukunnya orang beriman itu bersaudara, berpesan-pesan atas kebenaran dan penuh kesabaran. Bersabarlah, moga Allah balas kesabaran kamu bergaul dengan manusia dengan sesuatu yang tidak kamu jangka. :)
.
.
.
Langgan:
Catatan (Atom)